30 Desember 2006

Kopi Gayo

Setelah sekian lama, mmm.. sekitar 5 tahun, kali, menikmati isi dari kemasan produk ini. Tapi baru akhir tahun lalu punya kesempatan lihat langsung gimana cara pembuatannya. Dari proses petik, jemur, fermentasi, roasting hingga pengemasan. Bahkan, sempat mencicipi secangkir kopi, langsung dibuatkan oleh si Barista di pabrik ini. Pabrik tempat kopi ini di produksi lokasinya berada tepat di batas desa antara Desa Pondok Gajah dan Pondok Baru, Kabupaten Bener Meriah, NAD

Dari Kunjungan singkat itu, ada hal yang sangat disayangkan. Rasa kopinya yang nikmat, tak se nikmat nasib para petani yang nanam, rawat, sampai manen kopinya. Kenapa?, Coba deh bayangin, eh ngga' usah ding, mendingan di baca aja.

Di gerai Starbuck - perusahaan specialis coffee asal Amerika yang banyak bertebaran di kota-kota besar di Indonesia, secangkir kopi dibandrol rata-rata Rp. 25.000,- sedangkan di tempat asalnya sana, 1 Kg green coffee hanya di hargai Rp. 20.000,-.
Padahal, 1 Kg Green Coffee jika sudah diproses hingga siap minum bisa jadi 25 hingga 50 Cangkir.

Gila kan?!, itu artinya margin kotor dari 1 Kg jenis kopi yang sama adalah
1 : ~63 --> (Rp.20.000 x 1Kg= Rp. 20.000): (Rp. 25.000 x 50 Cangkir= Rp.1.250.000,-)
nah ini artinya hanya 1 bagian buat petani sedangkan sebesar 63 bagian buat pemilik usaha frenchise itu.

Emang sih, ngga' aple to aple dengan membandingkannya secara langsung, sebab banyak hal lain yang harus dipertimbangkan untuk liat fenomena ini baik itu Brand, Manajemen, Qualitas, terlebih Inovasi dan Kreasi dari para Barista Profesional di gerai-gerai tersebut.

Walaupun saat itu hanya kunjungan singkat, tapi banyak hal baru yang saya dapatkan. Semoga yang akan datang, Kopi Gayo dapat lebih diandalkan untuk menopang perekonomian di Dataran Tinggi Gayo itu yang notabene 60% masyarakatnya tergantung dengan komiditas ekspor ini.

(Setelah menulis tulisan ini, wah, rasanya pingin balik lagi kesana. Ada yang mau ikut?!)